بسم الله الرحمن الرحيم. اللهمّ صلّ على سيّدنا محمّد

Minggu, 25 Maret 2012

HAKIKAT MANUSIA DAN PERSOALAN PENDIDIKAN


HAKIKAT MANUSIA DAN PERSOALAN PENDIDIKAN

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas:
Mata Kuliyah                   : Filsafat Pendidikan
Dosen Pengampu : Zaenal Arifin, MSI




Disusun Oleh:
1.      Ahmad Wagito                110035
2.      Masholihul Umam            110053
3.      Wachid                           110067
4.      Bagus Alfiyan                  110206


JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PATI
TAHUN 2011

HAKIKAT MANUSIA DAN PERSOALAN PENDIDIKAN
I.      PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang Masalah
Manusia pada hakikatnya diciptakan untuk mengemban tugas-tugas pengabdian kepada Penciptanya. Agar tugas-tugas dimaksud dapat dilaksanakan dengan baik, maka Sang Pencipta telah menganugerahkan manusia seperangkat potensi yang dapat ditumbuhkembangkan. Potensi yang siap pakai tersebut dianugerahkan dalam bentuk kemampuan dasar, yang hanya mungkin berkembang secara optimal melalui bimbingan dan arahan yang sejalan dengan petunjuk Sang Penciptanya.
Mengacu kepada prinsip penciptaan ini maka menurut filsafat pendidikan manusia adalah makhluk yang berpotensi dan memiliki peluang untuk dididik. Pendidikan itu sendiri, pada dasarnya adalah aktivitas sadar berupa bimbingan bagi penumbuh-kembangan potensi Ilahiyat, agar manusia dapat memerankan dirinya selaku pengabdi Allah secara tepat guna dalam kadar yang optimal. Dengan demikian pendidikan merupakan aktivitas yang bertahap, terprogram, dan berkesinambungan.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa hakikat manusia?
2.      Bagaimana filosofi kehidupan itu?
3.      Bagaimana hakikat asal mula dan tujuan kehidupan manusia?
4.      Bagaimana sistem nilai dalam kehidupan manusia?
5.      Bagaimana pandangan filsafat tentang pendidikan?
6.      Apa saja problematika pendidikan dalam kehidupan itu?


II.      PEMBAHASAN
A.     Hakikat Manusia
Perilaku negatif sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini disebabkan karena pengetahuan manusia belum terhubungkan secara kausalistik fungsional dengan realitas konkret fungsional dengan realitas konkret perilaku sehari-hari. Di dalam konteks pendidikan, manusia adalah makhluk yang selalu mencoba memerankan diri sebagai subjek dan objek. Manusia memposisikan dan memerankan diri di atas segala-galanya dan karena itu memiliki keleluasaan untuk memanfaatkan potensi alam termasuk dirinya sendiri dan sesamanya. Hakikat manusia, yaitu:
1.      Manusia sebagai makhluk berpengetahuan.
Berbeda dengan makhluk lainnya, manusia lahir dengan potensi kodratnya berupa cipta, rasa dan karsa. Dengan ketiga potensinya itu, manusia selalu terdorong untuk ingin tahu dan bahkan mendapatkan nilai- nilai kebenaran, keindahan dan kebaikan yang terkandung di dalam segala sesuatu yang ada (realitas ini). Ketiga jenis nilai tersebut selanjutnya dijadikan landasan dasar untuk mendirikan filsafat hidup, menentukan pedoman hidup, dan mengatur sikap dan perilaku hidup agar senantiasa tearah ke pencapaian tujuan hidup.
Filsafat hidup mengandung pengetahuan yang bernilai universal meliputi masalah-masalah tentang asal mula kehidupan, tujuan dan eksistensi kehidupan. Ketiganya berhubungan menurut azas 'sebab-akibat'.
Pedoman hidup, adalah pengetahuan umum yang khusus dijadikan suatu prinsip yang dianggap benar karena sesuai dengan hakikat asal mula kehidupan dan berguna bagi pencapaian tujuan kehidupan.
Sedangkan sikap dan perilaku kehidupan adalah pengetahuan khusus konkret berupa setiap langkah kehidupan yang ditentukan sepenuhnya oleh pedoman hidup.
2.      Manusia sebagai makhluk berpendidikan
Sejak lahir seorang manusia sudah langsung terlibat di dalam kegiatan pendidikan dan pembelajaran. Dia dirawat, dijaga, dilatih dan dididik oleh orang tuanya, keluarganya dan masyarakatnya menuju tingkat kedewasaan dan kematangan, sampai kemudian terbentuk potensi kemandirian dalam mengelola kelangsungan kehidupannya. Kegiatan pendidikan dan pembelanjaran itu diselenggarakan mulai dari cara-cara konvensional (alami) menurut pengalaman hidup, sampai pada cara-cara formal (pendidikan sekolah). Setelah taraf kedewasaan dicapai, manusia tetap melanjutkan kegiatan pendidikan dalam rangka pematangan diri. Pada pokoknya, persoalan pendidikan adalah persoalan yang lingkupannya seluas persoalan kehidupan manusia itu sendiri. Jadi, anatara manusia dan pendidikan terjalin hubungan kausalitas. Karena manuasia, maka pendidikan mutlak ada; dan karena pendidikan manusia semakin menjadi diri sendiri sebagai manusia yang manusiawi.
Dalam perilaku sehari-hari pengetahuan menjadi moral, dan kemudian menjadi etika kehidupan sehingga hakikat perilaku adalah berupa kecenderungan mempertanggung jawabkan kelangsungan dan perkembangan hidup dan kehidupan ini. Tanggung jawabnya itu berupa nilai keadilan. Adil terhadap diri sendiri,terhadap manusia dan lebih-lebih terhadap alam dimana hidup dan kehidupan ini berlangsung.
3.      Manusia sebagai makhluk berkebudayaan
Dengan kegiatan pendidikan dan pembelajaran terus-menerus, menghasilkan ilmu pengetahuan yang syarat dengan nilai kebenaran baik yang universal abstrak, teoritis maupun yang praktis. Nilai kebenaran ini selanjutnya mendorong terbentuknya sikap perilaku arif dan berkeadilan yang dapat membangun kebudayaan dan peradaban manusia.
Seseorang disebut berkebudayaan jika senantiasa berkemampuan untuk melakukan pembatasan diri dan menjalani kehidupannya menurut 'azas kecukupan' (basic needs) bukan menurut keinginan.
Ilmu yang mempelajari tentang hakikat manusia disebut antropologi filsafat. Dalam hal ini ada empat aliran:
1.      Aliran Serba-zat, yang mengatakan yang sungguh-sungguh ada itu hanyalah zat atau materi. Alam ini adalah zat atau materi dan manusia adalah unsur dari alam. Maka dari itu, manusia adalah zat atau materi.
2.      Aliran Serba-ruh, yang berpendapat bahwa segala hakikat sesuatu yang ada di dunia ini ialah ruh. Hakikat manusia juga adalah ruh. Sementara zat adalah manifestasi dari ruh. Dasar pikiran aliran ini ialah bahwa ruh itu lebih berharga, lebih tinggi nilainya daripada materi. Misalnya: Betapa pun kita mencintai seseorang, jika ruhnya pisah dari badannya, maka materi/jasadnya tidak ada artinya lagi.
3.      Aliran Dualisme, yang menganggap bahwa manusia itu pada hakikatnya terdiri dari dua subtansi, yaitu jasmani dan rohani.
4.      Aliran Eksistensialisme, yaitu aliran filsafat modern yang berpandangan bahwa hakikat manusia merupakan eksistensi dari manusia. Hakikat manusia ialah apa yang menguasai manusia secara menyeluruh.
Filsafat berpandangan bahwa hakikat manusia itu berkaitan antara badan dan ruh. Islam secara tegas mengatakan bahwa badan dan ruh adalah substansi alam, sedangkan alam adalah makhluk dan keduanya diciptakan oleh Allah. Oleh karena itu, hakikat manusia adalah ruh sedangkan jasadnya hanyalah alat yang dipergunakan oleh ruh semata. Tanpa kedua substansi tersebut tidak dapat dikatakan manusia.[1]
Memang keberadaan manusia di muka bumi adalah suatu yang menarik. Selain selalu menjadi pokok permasalahan, ia juga dapat melihat bahwa segala peristiwa dan masalah apapun yang terjadi di dunia ini pada akhirnya berhubungan dengan manusia. Oleh karena itu, dalam usaha mempelajari hakikat manusia diperlukan pemikiran filosofis. Karena setiap manusia akan selalu berfikir tentang dirinya sendiri. Meskipun tingkat pemikiran itu selalu mempunyai perbedaan.[2] Hal itu didasarkan pada pemikiran bahwa selain sebagai subyek pendidikan, manusia juga merupakan obyek pendidikan itu sendiri.
Sedangkan menurut Islam, manusia adalah makhluk ciptaan Allah. Ia tidaklah muncul dengan sendirinya atau berada oleh dirinya sendiri. Ia diciptakan oleh Allah SWT. Hakikat wujudnya ialah bahwa manusia adalah makhluk yang perkembangannya dipengaruhi oleh pembawaan dan lingkungan.
Dalam teori yang dikembangkan di dunia Barat, dikatakan bahwa perkembangan seseorang hanya dipengaruhi oleh pembawaan (nativisme). Ada juga teori yang mengatakan bahwa perkembangan seseorang hanya ditentukan oleh lingkungannya (empirisme). Ada juga teori yang lainnya yang mengatakan bahwa perkembangan seseorang ditentukan oleh pembawaan dan lingkungannya (konvergensi). Menurut Islam, kira-kira konvergensi inilah yang mendekati kebenaran. Salah satu sabda Rasulullah SAW yang artinya: “Tiap orang dilahirkan membawa fitrah, ayah dan ibunyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi”.  (HR Bukhari dan Muslim)
Menurut hadis ini manusia lahir membawa kemampuan-kemampuan, kemampuan itulah yang disebut pembawaan. Fitrah yang disebut di dalam hadits itu adalah potensi. Potensi adalah kemampuan. Jadi, fitrah yang dimaksud disini adalah pembawaan. Ayah dan ibu dalam hadis ini adalah lingkungan sebagaimana yang dimaksud oleh para ahli pendidikan. Kedua-duanya itulah, yang menentukan perkembangan seseorang.
B.     Filosofi Kehidupan
Realitas kehidupan ini syarat persoalan yang berjenis, berbentuk dan bersifat heterogen. Tetapi secara filosofis persoalan tersebut dapat disederhanakan menjadi tiga titik saja. Pertama, titik 'asal mula' yang diatandai dengan peristiwa 'Kelahiran'. Kedua, titik 'tujuan' yang ditandai degan peristiwa 'kematian'. Ketiga, titik 'eksistensi' berupa garis lurus perjalanan kehidupan manusia, yang menghubungkan antara kedua titik terdahulu.
Secara filosofis, titik asal mula dan tujuan adalah dua identik berada di dunia 'metafisis'. Karena sifat fisisnya, maka dunia eksistensi ini sering diposisiskan secara saling bertentangan dengan dunia metafisis. Dari kedua dunia tersebut, jika direnungi dan kemudian dinilai, maka dunia fisis eksistensi ini adalah merupakan sumber atau akar dari segala macam persoalan kehidupan. Oleh sebab itu, agar segala macam persoalan itu bukan memisahkan tetapi justru mempersatukan, maka :
1.      Secara filosofis perlu dirumuskan arti hakikat asal mula dan tujuan kehidupan.
2.      Dalam kegiatan pendidikan, hakikat asal mula dan tujuan kehidupan itu perlu ditanamkannya dalam perilaku kehidupan, agar segala macam persoalan itu dapat dikoordinasikan secara fungsional untuk kemudian dikembangkan.
C.     Hakikat Asal Mula dan Tujuan Kehidupan
Ketidaktahuan manusia akan substansi titik-awal dan tujuan akhir kehidupan, karena pikiran manusia bersifat terbatas, sementara substansi asal-mula dan tujuan itu bersifat tak terbatas, maka tak mungkin yang serba terbatas mampu mengetahui yang serba tak terbatas.
Bahwa jika titik awal itu dipastikan sebagai ’causa prima’ (Tuhan), maka terhadap kenyataan ini, sejauh manakah akal pikiran kita dapat menjelaskan fakta tentang Tuhan? Meskipun demikian, akal pikiran manusia mampu menyimpulkan dan menilai bahwa hakikat asal-mula dan tujuan kehidupan adalah satu, bersifat universal, absolut, berada dalam dunia metafiisis, dan merupakan tujuan akhir dari segala yang ada di dunia ini.
Sedangkan tujuan hidup menurut Islam ada dua; Tujuan hidup vertikal yaitu mencari ridho Allah SWT (QS Al-Baqoroh ayat 207), Tujuan hidup horizontal yaitu bahagia di dunia dan akhirat.

D.    Sistem Nilai dalam Kehidupan Manusia
Sistem merupakan suatu himpunan gagasan atau prinsip-prinsip yang saling bertautan, yang bergabung menjadi suatu keseluruhan. Nilai merupakan suatu norma tertentu yang mengatur ketertiban kehidupan sosial. Karena manusia sebagai makhluk budaya dan makhluk sosial, selalu membutuhkan bantuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Maka manusia dalam proses interaksinya harus berpedoman pada nilai-nilai kehidupan sosial yang terbina dengan baik dan selaras.
Manusia merupakan subyek pendidikan dan sebagai obyek pendidikan, karena itu manusia memiliki sikap untuk dididik dan siap untuk mendidik. Namun demikian, berhasil tidaknya usaha tersebut banyak tergantung pada jelas tidaknya tujuan.
Manusia sebagai makhluk sosial tentunya selalu hidup bersama dengan sesamanya. Manusia tidak mungkin dapat memenuhi kebutuhannya tanpa adanya bantuan orang lain, karena pada dasarnya manusia akan membutuhkan sesuatu dari orang lain baik berupa jasmaniah (segi-segi ekonomis) maupun rohani (segi spiritual). Dan dalam rangka mengembangkan sifat sosialnya tersebut, manusia selalu menghadapi masalah-masalah sosial yang berkaitan dekat dengan nilai-nilai.[3]
E.     Pandangan Filsafat tentang Pendidikan
Filsafat merupakan ilmu untuk memahami semua hal yang timbul dalam hidup manusia, maka diharapkan manusia dapat mengerti dan mempunyai pandangan menyeluruh dan sitematis mengenai filsafat bahwa manusia itu satu kesatuan dari dunia.
Oleh karena itu filsafat sering juga disamakan dengan pandangan dunia. Pandangan dunia adalah suatu konsep yang menyeluruh tentang alam semesta, manusia masyarakat umum, nilai dan norma yang mengatur sikap dan perbuatan manusia dalam hubungan dengan dirinya sendiri, sesama manusia, masyarakat dan alam sekitarnya serta dengan penciptanya.
Filsafat menjadikan manusia berkembang dan mempunyai pandangan hidup yang menyeluruh dan sistematis. Pandangan itu kemudian dituangkan dalam sistem pendidikan dalam bentuk kurikulum, untuk mengarahkan tujuan pendidikan. Dengan kurikulum, sistem pengajaran dapat terarah dan dapat mempermudah para pendidik dalam menyusun pengajaran yang akan diberikan kepada peserta didik.
Untuk mengembangkan mutu pendidikan, ada lima jalur yang harus diperhatikan.[4]
1.      Filsafat pendidikan dijadikan sebagai dasar dalam menyusun paradigma bagi pengembangan ilmu pendidikan.
2.      Dibutuhkan paradigma atau kerangka pikiran yang digunakan untuk penyusunan metodologi pengembangan ilmu pendidikan.
3.      Diperlukan modal-modal penelitian untuk digunakan dalam penelitian pendidikan.
4.      Diperlukan metodologi pembagian ilmu pendidikan yaitu metode pengembangan teori pendidikan yang diperkirakan dapat mengembangkan teori-teori yang dimiliki.
5.      Organisasi yang diharapkan dapat merencanakan, memonitor dan merancang hasil-hasil penelitian untuk disusun secara sistematik dalam batang tubuh ilmu pendidikan.
Pengembangan tersebut dapat kita jadikan sebagai pedoman dalam pengembangan pendidikan untuk masa-masa yang akan datang. Dengan demikian, dapat ditekankan bahwa filsafat tidak dapat dipisahkan dengan pendidikan, sebab filsafat itu merupakan jiwa bagi pendidikan.
F.      Problematika Pendidikan dalam Kehidupan
Pendidikan adalah proses penyesuian diri secara timbal balik antara manusia dengan alam, dengan sesama manusia atau juga pengembangan dan penyempurnaan secara teratur dari semua potensi moral, intelektual, dan jasmaniah manusia oleh dan untuk kepentingan pribadi dirinya dan masyarakat yang ditujukan untuk kepentingan tersebut dalam hubungannya dengan Sang Pencipta sebagai tujuan akhir.
Ahmad D. Marimba mengatakan bahwa, “Pendidikan adalah bimbingan secara sadar oleh si pendidik terhadap si terdidik dalam hal perkembangan jasmani dan rohani menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Dalam tujuan Pendidikan Nasional disebutkan bahwa pendidikan ditujukan untuk menghasilkan manusia yang berkualitas yang dideskripsikan dengan jelas dalam UU No. 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, berdisiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, dan produktif serta sehat jasmani dan rohani, berjiwa patriotik, cinta tanah air, mempunyai semangat kebangsaan, kesetiakawanan sosial, kesadaran pada sejarah bangsa, menghargai jasa pahlawan, dan berorientasi pada masa depan.
Pendidikan tidak hanya untuk kepentingan individu atau pribadi, tetapi juga untuk kepentingan masyarakat. Pendidikan dalam arti umum mencakup segala usaha dan perbuatan dari generasi tua untuk mengalihkan pengalamannya, pengetahuannya, kecakapannya serta keterampilannya kepada generasi muda untuk memungkinkannya melakukan fungsi hidupnya dalam pergaulan bersama dengan sebaik-baiknya.
Filsafat dalam pendidikan (filsafat pendidikan) digunakan untuk memecahkan problem hidup dan kehidupan manusia sepanjang perkembangannya dan digunakan untuk memecahkan problematika pendidikan masa kini.
Beberapa masalah pendidikan yang memerlukan filsafat, yaitu :
1.      Masalah pertama dan yang mendasar ialah tentang hakikat pendidikan. Mengapa pendidikan itu harus ada pada manusia? Apakah hakikat manusia itu dan bagaimana hubungan antara pendidikan dengan hidup dan kehidupan manusia?
2.      Apakah pendidikan itu berguna untuk membina kepribadian manusia? Apakah potensi hereditas yang menentukan kepribadian manusia? Apakah ada faktor yang dari luar dan lingkungan, tetapi tidak berkembang dengan baik?
3.      Apakah sebenarnya tujuan pendidikan itu? Apakah pendidikan itu untuk individu atau untuk kepentingan masyarakat? Apakah pembinaan itu untuk dan demi kehidupan riil dan material di dunia ataukah untuk kehidupan di akhirat kelak?
4.      Siapakah hakikatnya yang bertanggung jawab atas pendidikan? Bagaimana hubungan tanggung jawab antara keluarga, masyarakat, dan sekolah terhadap pendidikan?
5.      Apakah hakikat kepribadian manusia itu? Manakah yang lebih untuk dididik; akal, perasaan, atau kemauannya, pendidikan jasmani atau mentalnya, pendidikan skill ataukah intelektualnya atau kesemuanya itu?
6.      Apakah hakikat masyarakat dan bagaimana kedudukan individu dalam masyarakat? Apakah individu itu independen, ataukah dependen dalam masyarakat?
7.      Apakah isi kurikulum yang relevan dengan pendidikan yang ideal? Apakah kurikulum itu mengutamakan pembinaan kepribadian?
8.      Bagaimana metoda pendidikan yang efektif untuk mencapai tujuan pendidikan yang ideal? Bagaimana kepemimpinannya dan pengaturan aspek-aspek sosial paedagogis lainnya?
9.      Bagaimana asas penyelenggaraan pendidikan yang baik, apakah sentralisasi, desentralisasi, ataukah otonomi, apakah oleh Negara, ataukah swasta?
Permasalahan-permasalahan tersebut dapat dijawab dengan analisa filsafat
sebagai berikut :
1.      Pendidikan mutlak harus ada pada manusia, karena pendidikan merupakan hakikat hidup dan kehidupan. Manusia pada hakikatnya adalah makhluk Tuhan yang dibekali dengan berbagai kelebihan, di antaranya kemampuan berfikir, kemampuan berperasaan, kemampuan mencari kebenaran, dan kemampuan lainnya. Kemampuan-kemampuan tersebut tidak akan berkembang apabila manusia tidak mendapatkan pendidikan.
2.      Pendidikan berguna untuk membina kepribadian manusia. Dengan pendidikan maka terbentuklah pribadi yang baik sehingga di dalam pergaulan dengan manusia lain, individu dapat hidup dengan tenang.
Teori konvergensi yang berpendapat bahwa kemampuan dasar dan faktor dari luar saling memberi pengaruh, kedua kekuatan itu sebenarnya berpadu menjadi satu. Si pribadi terpengaruh lingkungan, dan lingkungan pun diubah oleh si pribadi. Faktor-faktor intern (dari dalam) berkembang dan hasil perkembangannya digunakan untuk mengembangkan pribadi di lingkungan. Faktor dari luar dan lingkungan kadang tidak berkembang dengan baik, misalnya ketika pribadi terpengaruh oleh hal-hal negatif yang timbul dari luar dirinya.
3.      Pendidikan adalah proses penyesuian diri secara timbal balik antara manusia dengan alam, dengan sesama manusia atau juga pengembangan dan penyempurnaan secara teratur dari semua potensi moral, intelektual, dan jasmaniah manusia oleh dan untuk kepentingan pribadi dirinya dan masyarakat yang ditujukan untuk kepentingan tersebut dalam hubungannya dengan Sang Maha Pencipta sebagai tujuan akhir.

III.      SIMPULAN
1.      Menurut agama islam, hakikat manusia adalah ruh sedangkan jasadnya hanyalah alat yang dipergunakan oleh ruh semata.
2.      Secara filosofis, persoalan manusia yang bermacam-macam dapat disederhanakan menjadi tiga titik saja. Pertama, titik 'asal mula' atau 'Kelahiran'. Kedua, titik 'tujuan' atau 'kematian'. Ketiga, titik 'eksistensi' berupa garis lurus perjalanan kehidupan manusia.
3.      Nilai akan selalu muncul apabila manusia mengadakan hubungan sosial atau bermasyarakat dengan manusia lain.
4.      Manusia selalu membutuhkan bantuan orang lain dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, maka manusia dalam proses interaksinya harus berpedoman pada nilai-nilai kehidupan sosial yang terbina dengan baik.
5.      Filsafat tidak dapat dipisahkan dengan pendidikan. Keduanya merupakan satu kesatuan, sebab filsafat itu merupakan jiwa bagi pendidikan.
6.      Salah satu contoh problematika pendidikan yaitu tentang hakikat pendidikan. Bahwasannya manusia memerlukan pendidikan itu untuk membina kepribadiannya sehingga terbentuklah pribadi yang baik yang dapat menjadikannya mampu bergaul dengan manusia lain.

IV.      DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu, Ilmu Sosial Dasar. (Jakarta, 1990).
Jalaluddin & Idi, Abdullah, Filsafat Pendidikan. (Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2009).
Nawawi, H, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas. (Jakarta: Gunung Agung, 1993).


[1] Prof. Dr. H. Jalaluddin & Prof. Dr. Abdullah Idi, M.Ed, Filsafat Pendidikan. (Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2009). Hal.131
[2] H. Nawawi, Organisasi Sekolah dan Pengelolaan Kelas. (Jakarta: Gunung Agung, 1993). Hal.65
[3] Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar. (Jakarta, 1990). Hal.12
[4] Prof. Dr. H. Jalaluddin & Prof. Dr. Abdullah Idi, M.Ed, Loc.Cit. Hal.141

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

KARTINI, Jepara

KARTINI, Jepara

Pengikut