بسم الله الرحمن الرحيم. اللهمّ صلّ على سيّدنا محمّد

Minggu, 25 Maret 2012

FUNGSI HADITS DALAM AJARAN ISLAM


FUNGSI HADITS DALAM AJARAN ISLAM
Makalah
Disusun guna Menyelesaikan Tugas:
Mata Kuliah                : Ulumul Hadits
Dosen pengampu        : Abd. Azis, M.Ag


Disusun Oleh:
1.     Ahmad Wagito             110035
2.     Eksan                                       1100
3.     Khamdan                                 110046
4.     Moh. Najih Pradansoni 110050
5.     Munthoharoh                            110055

JURUSAN TARBIYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM PATI
TAHUN 2011

FUNGSI HADITS DALAM AJARAN ISLAM
I.     PENDAHULUAN
B.     Latar Belakang Masalah
Allah SWT menutup risalah samawiyah dengan risalah islam. Dia mengutus Nabi SAW sebagai Rasul yang memberikan petunjuk, menurunkan Al-qur`an kepadanya yang merupakan mukjizat terbesar dan memerintahkan kepadanya untuk menyampaikan dan menjelaskannya.
Al-qur`an merupakan dasar syariat, karena merupakan kalamullah yang mengandung mu`jizat, yang diturunkan kepada Rasul SAW. Melalui malaikat Jibril mutawatir lafadznya baik secara global maupun rinci, dianggap ibadah dengan membacanya dan tertulis di dalam lembaran lembaran.
Dalam hukum islam, hadits menjadi sumber hukum kedua setelah Al-qur`an . penetapan hadits sebagai sumber kedua ditunjukan oleh tiga hal, yaitu Al qur`an sendiri, kesepakatan (ijma`) ulama, dan logika akal sehat (ma`qul).
Al qur`an menunjuk nabi sebagai orang yang harus menjelaskan kepada manusia apa yang diturunkan Allah, karena itu apa yang disampaikan Nabi harus diikuti, bahkan perilaku Nabi sebagai rasul harus diteladani kaum muslimin.
Sejak masa sahabat sampai hari ini, para ulama’ telah bersepakat untuk menetapkan hukum berdasarkan sunnah Nabi, terutama yang berkaitan dengan petunjuk operasional. Keberlakuan hadits sebagai sumber hukum diperkuat pula dengan kenyataan bahwa Al-qur`an hanya memberikan garis- garis besar dan petunjuk umum yang memerlukan penjelasan dan rincian lebih lanjut untuk dapat dilaksanakan dalam kehidupan manusia.
Dalam makalah ini akan kami sampaikan tentang fungsi-fungsi hadits yang mana menjadi sumber ajaran islam setelah Al-Qur’an.
C.     Rumusan Masalah
1.      Apa saja fungsi hadits dalam ajaran islam?
2.      Bagaimana pendapat para ulama’ tentang fungsi hadits?


II.     PEMBAHASAN
A.  Fungsi Hadits dalam Ajaran Islam
Al-Qur’an dan hadits sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran dalam Islam, antara satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.[1] al-Qur’an sebagai sumber pertama dan utama, banyak memuat ajaran-ajaran yang bersifat global, yang perlu dijelaskan lebih lanjut dan terperinci. Oleh karena itulah kehadiran hadits, sebagai sumber ajaran kedua tampil untuk menjelaskan (bayan) keumuman isi al-Qur’an tersebut. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surat An-Nahl ayat 44, yaitu :
وأنزلنا إليك الذكر لتبين للناس ما نزل إليهم ولعلهم يتفكرون

“……. Dan Kami turunkan kepadamu Al-Qur'an agar kamu menerangkan kepada umat manusia apa yang diturunkan kepada mereka dan supaya mereka berpikir.”

Al-qur`an dan hadist merupakan dua sumber yang tidak bisa dipisahkan. Keterkaitan keduanya tampak antara lain:
1.      Hadist menguatkan hukum yang ditetapkan Al-qur`an. Di sini hadits berfungsi memperkuat dan memperkokoh hukum yang dinyatakan oleh Al-quran. Misalnya, Al-quran menetapkan hukum puasa, dalam firman-Nya :
“Hai orang-orang yang beriman diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa” . (QS AL-BAQARAH:183)
Dan hadits menguatkan kewajiban puasa tersebut:
Islam didirikan atas lima perkara: “persaksian bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan shalat, membayar zakat, puasa pada bulan ramadhan dan naik haji ke baitullah”. (HR Bukhari dan Muslim)
2.    Hadits memberikan rincian terhadap pernyataan Al qur`an yang masih bersifat global. Misalnya Al-qur`an menyatakan perintah shalat :
“Dan dirikanlah oleh kamu shalat dan bayarkanlah zakat” (QS Al- Baqarah: 110)
Shalat dalam ayat diatas masih bersifat umum, lalu hadits merincinya, misalnya shalat yang wajib dan sunat. Sabda Rasulullah SAW:
Dari Thalhah bin Ubaidillah: Bahwasanya telah datang seorang Arab Badui kepada Rasulullah SAW dan berkata:“Wahai Rasulullah beritahukan kepadaku salat apa yang difardukan untukku?” Rasul berkata: “Salat lima waktu, yang lainnya adalah sunnat”. (HR Bukhari dan Muslim)
3.    Al-qur`an tidak menjelaskan operasional shalat secara rinci, baik bacaan maupun gerakannya. Hal ini dijelaskan secara terperinci oleh Hadits, misalnya sabda Rasulullah SAW:
“Shalatlah kamu sekalian sebagaimana kalian melihat aku shalat”. (HR Bukhari)       
4.    Hadits membatasi kemutlakan ayat Al-Qur`an, misalnya Al-Qur`an mensyariatkan wasiat:
“Diwajibkan atas kamu, apabila seorang diantara kamu kedatangan tanda–tanda maut dan dia meninggalkan harta yang banyak, berwasiatlah untuk ibu dan bapak karib kerabatnya secara makruf. Ini adalah kewajiban atas orang–orang yang bertakwa”. (QS Al Baqarah:180)
Hadits memberikan batas maksimal pemberian harta melalui wasiat yaitu tidak melampaui sepertiga dari harta yang ditinggalkan (harta warisan). Hal ini disampaikan Rasul dalam hadist yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:
“Dari Sa`ad bin Abi Waqash yang bertanya kepada Rasulullah tentang jumlah pemberian harta melalui wasiat. Rasulullah melarang memberikan seluruhnya, atau setengah. Beliau menyetujui memberikan sepertiga dari jumlah harta yang ditinggalkan”
5.    Hadits memberikan pengecualian terhadap pernyataan Al Qur`an yang bersifat umum. Misalnya Al-Qur`an mengharamkan memakan bangkai dan darah.
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, daging yang disembelih atas nama selain Allah, yang dicekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, yang dimakan binatang buas (kecuali yang sempat kamu menyembelihnya), dan yang disembelih untuk berhala. Dan diharamkan pula bagimu mengundi nasib dengan anak panah, karena itu sebagai kefasikan”. (QS Al Maidah: 5)
Hadits memberikan pengecualian dengan membolehkan memakan jenis bangkai tertentu (bangkai ikan dan belalang) dan darah tertentu (hati dan limpa) sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
“Dari Ibnu Umar ra.Rasulullah saw bersabda : ”Dihalalkan kepada kita dua bangkai dan dua darah . Adapun dua bangkai adalah ikan dan belalang dan dua darah adalah hati dan limpa”. (HR.Ahmad, Syafii`, Ibn Majah, Baihaqi dan Daruqutni)
6.    Hadits menetapkan hukum baru yang tidak ditetapkan oleh Al-Qur`an. Al-Qur`an bersifat global, banyak hal yang hukumnya tidak ditetapkan secara pasti . Dalam hal ini, hadits berperan menetapkan hukum yang belum ditetapkan oleh Al-qur`an, misalnya hadits dibawah ini:
“Rasulullah melarang semua binatang yang bertaring dan semua burung yang bercakar”. (HR. Muslim dari Ibn Abbas)

B.  Perbedaan Pendapat Para Ulama tentang Fungsi Hadits
Fungsi hadits sebagai penjelas terhadap al-Qur’an itu bermacam-macam. Malik bin Anas menyebutkan lima macam fungsi, yaitu bayan at-taqrir, bayan at-tafsir, bayan at-tafshil, bayan al-basth, bayan at-tasyri’. As-Syafi’i menyebutkan lima fungsi, yaitu bayan at-tafshil, bayan at-takhshish, bayan at-ta’yin, bayan at-tasyri’ dan bayan an-nasakh. Dalam “ar-Risalah” ia menambahkan dengan bayan al-isyarah. Imam Ahmad bin Hanbal menyebutkan empat fungsi, yaitu bayan al-ta’kid, bayan al-tafsir, bayan al-tasyri, dan bayan al-takhsish.
1.    Bayan at-Taqrir
Bayan al-taqrir disebut juga dengan bayan al-ta’kid dan bayan al-itsbat. Yang dimaksud dengan bayan ini, ialah menetapkan dan memperkuat apa yang telah diterangkan di dalam al-Qur’an. Fungsi hadits dalam hal ini hanya memperkokoh isi kandungan al-Qur’an.
2.    Bayan al-Tafsir
Bayan al-tafsir adalah bahwa hadits berfungsi untuk memberikan rincian dan penjelasan terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang masih bersifat global (mujmal), mamberikan persyaratan/batasan (taqyid) ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat mutlaq, dan mengkhususkan (takhsis) terhadap ayat-ayat al-Qur’an yang masih bersifat umum.
3.    Bayan at-Tasyri’
Kata at-tasyri’ artinya ialah, pembuatan, mewujudkan, atau menetapkan aturan atau hukum. Maka yang dimaksud dengan bayan at-tasyri’ disini, ialah penjelasan hadits yang berupa mewujudkan, mengadakan, atau menetapkan suatu hukum, atau aturan-aturan syara’ yang tidak didapati nashnya dalam al-Qur’an.
Hadits Nabi SAW. dalam segala bentuknya (baik yang qauli, fi’li maupun taqriri) berusaha menunjukkan suatu kepastian hukum terhadap berbagai persoalan yang muncul, yang tidak terdapat dalam al-Qur’an. Ia berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para sahabat atau yang tidak diketahuinya, dengan menunjukkan bimbingan dan menjelaskan duduk persoalannya.
Hadits Nabi SAW yang termasuk bayan at-tasyri’, wajib diamalkan sebagaimana kewajiban mengamalkan hadits-hadits lainnya. Ibnu al-Qayyim berkata, bahwa hadits-hadits Nabi SAW. yang berupa tambahan terhadap al-Qur’an, merupakan kewajiban atau aturan yang harus ditaati, tidak boleh menolak atau mengingkarinya, dan ini bukanlah sikap (Nabi SAW) mendahului al-Qur’an melainkan semata-mata karena perintah Nya.
4.    Bayan an-Nasakh
Kata an-nasakh secara bahasa, mempunyai banyak arti. Bisa berarti al-Ibthal (membatalkan/menghapuskan), atau al-izalah (menghilangkan), atau an-naql (penukilan/penyalinan), atau at-taghyir (mengubah). Para ulama mengartikan bayan an-nasakh ini banyak yang melalui pendekatan bahasa, sehingga diantara mereka terjadi perbedaan pendapat dalam menta’rifkannya. Termasuk perbedaan pendapat antara ulama mutaakhirin dengan ulama mutaqaddimin. Menurut pendapat yang dapat dipegang dari ulama mutaqaddimin, bahwa terjadinya nasakh ini karena ada dalil syara’ yang mengubah suatu hukum (ketentuan) meskipun jelas, karena telah berakhir masa keberlakuannya serta tidak bisa diamalkan lagi, dan Syari’ (pembuat syari’at) menurunkan ayat tersebut tidak diberlakukan untuk selama-lamanya (temporal).
Intinya ketentuan yang datang kemudian tersebut menghapus ketentuan yang datang terdahulu, karena yang terakhir dipandang lebih luas. Hadits sebagai ketentuan yang datang kemudian daripada al-Qur’an dalam hal ini dapat menghapus ketentuan atau isi kandungan al-Qur’an. Demikian menurut pendapat ulama yang menganggap adanya fungsi bayan an-nasakh.
Diantara para ulama yang membolehkan adanya nasakh hadits terhadap al-Qur’an juga berbeda pendapat dalam macam hadits yang dapat dipakai untuk me-nasakh –nya. dalam hal ini mereka terbagi menjadi tiga kelompok:
a)      Kelompok yang membolehkan menasakh al-Qur’an dengan segala hadits , meskipun dengan hadits ahad. Pendapat ini dikemukakan oleh para ulama mutaqaddimin dan ibn hazm serta sebagian pengikut zhahiriah.
b)      Kelompok yang membolehkan menasakh dengan syarat, bahwa hadits tersebut harus mutawatir. Pendapat kaum Mu’tazilah.
c)      Ulama yang membolehkan menasakh dengan hadits masyhur, tanpa dengan hadits mutawatir. Diantara ulama yang memegang pendapat ini adalah ulama Hanafiah.
Sementara yang menolak naskh jenis ini adalah as-Syafi’i dan sebagian besar pengikutnya, meskipun naskh tersebut dengan hadits yang mutawatir. Kelompok lain yang menolak adalah sebagian besar pengikut madzhab Zhahiriyah dan kelompok Khawarij.

III.     SIMPULAN
1.    Pada umumnya fungsi hadits dalam ajaran agama islam ini adalah sebagai sumber ajaran yang kedua setelah al-Qur’an. Hadits menjelaskan pernyataan-pernyataan yang ada didalam al-Qur’an yang masih global dan belum jelas.
2.    Para ulama’ berbeda pendapat tentang fungsi hadits terhadap al-Qur’an, diantaranya adalah Bayan at-Taqrir, Bayan al-Tafsir, Bayan at-Tasyri’, Bayan an-Nasakh.

IV.     DAFTAR PUSTAKA
Ulumul Hadits
Syihab, Quraisy, Membumikan Al-Qur’an, Mizan Pustaka, 2002
Abu Zaid, Nasr Hamid, Tekstualitas Al-Qur’an, PT LKiS Pelangi Aksara, 2002


[1] M. Quraisy Syihab,  Membumikan Al-Qur’an,(Jakarta:  Mizan Pustaka, 2002). Hal.192

1 komentar:

  1. sekedar comment ea,,,
    saya kurang setuju dengan pernyataan anda pada kesimpulan point 1, disitu disebutkan bahwa "Pada umumnya fungsi hadits dalam ajaran agama islam ini adalah sebagai sumber ajaran yang kedua setelah al-Qur’an." menurut saya pernyataan ini bukanlahlah fungsi daripada hadits melainkan kedudukan dari hadits.
    :)

    BalasHapus

KARTINI, Jepara

KARTINI, Jepara

Pengikut